Matahari perlahan-lahan menampakkan dirinya. Kubuka kelopak mata ini dengan berat hati dan kulirik jam yang sudah menunjukan pukul 05.00 pagi. “Haa? Cepet banget udah jam 05.00 pagi. Perasaan baru tidur sebentar deh!” kataku dalam hati. Rasanya malas sekali tubuh ini untuk bangun. Apalagi, ditambah dengan udara pagi pedesaan yang dingin sehingga membuatku ingin sekali menarik selimut dan memejamkan mata ini lagi. Tetapi, bagaimanapun juga aku harus segera bangun untuk sikat gigi dan sholat subuh. Akhirnya aku pun membangunkan kakakku, “Kak bangun kak, sholat subuh yuk. Udah jam 05.00 nih!”. Setelah itu, aku dan kakakku pun menuju ke kamar mandi untuk sikat gigi dan sholat subuh.
Setelah sholat subuh, aku pun berkata
kepada kakakku. “Oh ya kak, kan sekarang hari terakhir kita berlibur lebaran di
Padang. Nanti, sekitar jam 16.00 sore kita sudah harus berangkat ke Bandara
Minangkabau”.
“Yaudah, lebih
cepat lebih baik” kata kakakku dengan sedikit nyolot.
Sebenarnya,
kakakku memang tidak ingin ikut pulang kampung bersama kami sekeluarga. Tetapi,
daripada dia sendirian di rumah selama seminggu, mungkin dia berpikir lebih
baik kalau dia ikut saja pulang bersama kami. Hehehe ...
“Dek, mau ikut
nggak ke tempat pemandian air panas?”, kata mamaku tiba-tiba.
“Mau ma,
daripada aku di rumah nggak ada kerjaan”, ucapku tanpa berpikir panjang.
“Feb, kamu mau
ikut juga nggak?”, tanya mamaku kepada kakakku.
“Nggak ah, males”,
jawab kakakku dengan singkatnya.
Kemudian, aku pun
mengambil sabun,handuk,sisir, dan baju ganti untuk dibawa ke tempat pemandian
air panas tersebut. Tak lupa aku memakai jaket karena udara di sana sangat
dingin, apalagi kalau masih pagi-pagi.
“Let’s go!” kataku
dengan semangat.
Aku, mamaku, dan
kakak sepupuku segera berangkat menuju ke tempat pemandian air panas itu
menggunakan mobil. Tempat pemandian air panas tersebut jaraknya tak
begitu jauh dengan rumah saudaraku. Jadi, sekitar 10 menit kemudian kami telah
sampai di tempat tujuan. Aku dan mamaku mandi di tempat khusus perempuan,
sedangkan karena kakak sepupuku laki-laki, dia mandi sendiri di tempat khusus
laki-laki. Ketika aku sampai di tempat pemandian air panas itu, aku disambut
oleh uap-uap panas yang keluar dari air panas tersebut.
Kebanyakan yang mandi di tempat
tersebut adalah penduduk sekitar sana, mulai dari anak kecil sampai nenek-nenek
pun ada di sana. Lucunya, ketika aku dan mamaku akan mandi, kami baru ingat
ternyata kami lupa membawa gayung. Ternyata, kalau ingin mandi di sana harus
membawa gayung, karena kalau langsung mandi di kucuran air panas yang mendidih
tersebut, kulit kami bisa melepuh. Kan tidak lucu kalau kami harus meminjam
gayung milik nenek gayung yang ternyata hanya mitos itu (hehehe, bercanda).
Akhirnya kami pun meminjam gayung seorang ibu-ibu yang sedang mandi pula di
sebelah kami.
“Bu, boleh minjam
gayungnya sebentar nggak bu?”, kata mamaku kepada ibu itu.
“Boleh, pakai saja
bu”, kata ibu itu dengan ramahnya.
Kurang lebih artinya
seperti itu, karena mamaku dan ibu itu berbicara menggunakan bahasa Padang. Aku
kan kurang bisa bahasa Padang. Aku hanya tahu ambo, uda, uni, dsb. Yang penting
bisa saketek-saketek (sedikit-sedikit). Hehehe ...
Karena airnya yang
sangat panas, aku pun sampai mencampurnya dengan air biasa agar tidak terlalu
panas. Setelah selesai mandi, aku pun mengelapnya menggunakan
handuk dan memakai baju. Kemudian, setelah sepupuku juga sudah
selesai mandi, kami pun pulang kembali ke rumah.
*****
Ketika aku sampai di
rumah, ternyata sudah jam 06 lewat. Aku pun segera memasukkan barang-barangku ke koper
karena aku akan berangkat ke bandara pada pukul 16.00 sore. Setelah itu aku pun sarapan pagi dengan nasi goreng buatan mamaku. Oh ya, rencananya
nanti siang sekitar jam 10.00 aku sekeluarga akan berekreasi dahulu ke Pantai
Air Manis, tempat di mana Malin Kundang dikutuk menjadi batu karena
kedurhakaannya kepada ibunya.
Tik-tok tik-tok,
waktu pun berputar dengan cepat dan tak terasa sudah jam 10.00. Syukurlah,
rencana kami untuk jalan-jalan ke Pantai Air Manis pun jadi. Aku pun segera
bersiap-siap. Tak lupa juga aku membawa handphone untuk berfoto-foto sebagai
kenang-kenangan. Setelah beberapa lama, kami pun sampai juga di tempat tujuan.
Di tempat tersebut, terlihat dengan jelas Malin Kundang
yang sedang sujud meminta ampun kepada ibunya. Seperti yang
sudah kubilang,
aku
pun tak melewatkan kesempatan ini untuk berfoto-foto di dekat patung Malin Kundang tersebut bersama keluargaku. Di tempat itu, kami juga disuguhkan pemandangan yang
sangat indah dengan panorama-panorama yang mengundang decak kagum. Setelah puas
melihat panorama di Pantai Air Manis, mamaku pun berkata,
“Kita makan sate
Padang Mak Sukur yuk!”.
“Yuk, aku juga
udah laper nih!” kataku dengan semangat.
Karena semuanya
juga setuju, akhirnya kami pun menuju ke tempat warung sate Mak Sukur. Kalau
bahasa twitternya yaitu OTW ke warung sate Mak Sukur (hahaha, bercanda ..).
Setelah beberapa lama, kami pun sampai di warung sate Padang Mak Sukur
yang konon katanya sudah terkenal dengan kelezatannya (kenapa jadi kayak
promosi gini ya?). Kemudian, kami pun memakan sate Padang tersebut. Dan
ternyata benar saja, sate Mak Sukur tersebut sangat enak dan terbukti dengan
warungnya yang tak pernah sepi. Setelah semuanya sudah kenyang, kami pun
kembali ke rumah.
*****
Ketika aku sampai
di rumah, ternyata sudah jam 13.00 siang. Yaa, namanya juga jalan-jalan, jadi
walaupun lama tidak akan terasa. Kami pun membereskan barang-barang kami dan
mengingat-ngingat kembali barang apa saja yang belum dimasukkan ke dalam koper.
Sehabis itu, aku sekeluarga bersiap-siap untuk berangkat ke bandara.
”Jakarta, I’m
coming!”, rasanya aku ingin berteriak seperti itu kepada dunia.
Ketika semuanya
sudah siap, aku dan keluargaku pun berpamitan dengan saudara-saudaraku dan tak
lupa juga dengan nenekku tercinta. Tetapi, itulah pertemuan terakhirku dengan
nenekku. Nenekku telah meninggal sejak tahun 2010. Huh, rasanya sedih sekali,
karena sekarang aku sudah tidak punya nenek dan kakek sama sekali. Kemudian,
berangkatlah kami ke Bandara Minangkabau.
*****
Di tengah
perjalanan menuju bandara, aku sangat asyik sendiri mendengarkan lagu di
handphone. Apalagi, perjalanan dari hotel menuju bandara cukup jauh sehingga
memakan waktu yang tidak sedikit. Maka dari itu, kami sengaja sudah
jalan dari hotel pada pukul 16.00 sore. Kira-kira setelah
menempuh perjalanan selama 1 jam, aku pun sampai di Bandara Minangkabau dan
hendak parkir mobil dahulu. Ketika mobil belum sempat diparkir, tiba-tiba mobil
terguncang ke kanan dan ke kiri.
“Pa, mungkin
mobilnya pecah ban kali?” kataku kepada papaku.
“Nggak tau, papa
cek dulu ya” jawab papaku.
Aku kira, mobil
yang kutaiki mengalami pecah ban, sehingga kami cepat-cepat keluar dari mobil.
Ternyata perkiraanku salah, ban mobil
kami tidak pecah, melainkan aku melihat tiang-tiang lampu penerangan jalan dan
pohon-pohon di sekitarku sudah bergoyang-goyang. Yap, ternyata itu adalah
gempa.
“Allahuakbar, ini
gempa!” teriak papaku.
Lantas, aku pun
langsung panik ketakutan, bahkan aku langsung menangis. Jelas saja aku panik,
lokasi Bandara Minangkabau berada dekat dengan laut, sehingga bisa saja
menimbulkan tsunami.
Tidak hanya aku
saja yang panik ketakutan, bahkan orang yang sedang di dalam bandara pun
berhamburan keluar. Kaca bandara pun jadi sasaran kepanikan, karena banyak
orang yang memecahkan kaca bandara. Orang yang sedang check-in pun sampai
meninggalkan tiketnya, sehigga setelah gempa tersebut berhenti, banyak
penumpang yang melaporkan kehilangan tiket. Sampai-sampai, handphone papaku pun
juga hilang waktu papaku sedang di kamar mandi, entah terjatuh ataupun karena
sebab lain. Mungkin karena habis gempa, papaku masih trauma sehingga tidak
sadar kalau handphone-nya terjatuh. Kami pun segera melaporkannya kepada
petugas informasi bandara agar bagi yang menemukan handphone tersebut segera
mengembalikannya kepada kami. Tetapi, sampai sekarang handphone itu tak kunjung
kembali.
“Mungkin ini ujian dari Allah SWT”
ujar papaku.
*****
Perasaanku yang semula gembira berganti
dengan perasaan takut sejak peristiwa gempa tersebut. Gempa tersebut
meniggalkan sebuah trauma yang mendalam bagiku. Tetapi, untung saja kami
sekeluarga masih diberi keselamatan.
Hanya saja, rencana kami untuk pulang
ke Jakarta pupuslah sudah. Semua jadwal penerbangan dari Padang dan menuju
Padang dibatalkan untuk sementara waktu karena landasan pesawat yang mengalami
kerusakan.
“Yaah, nggak jadi
pulang ke Jakarta deh, mana besoknya udah masuk sekolah lagi”, gumamku dalam
hati.
“Allahuakbar
allahuakbar..”, sore telah berganti menjadi malam, dan adzan maghrib pun
berkumadang.
Akhirnya aku
sekeluarga sholat maghrib dahulu dan berdo,a untuk meminta ketenangan batin.
Setelah sholat maghrib, aku pun berpikir di mana aku sekeluarga akan tinggal
untuk sementara waktu. Kedua orangtuaku pun juga bingung dibuatnya. Tiba-tiba,
mamaku mengeluarkan handphonenya dan menelepon keponakannya.
“Tuuttt..
tuuttt..”, handphone mamaku telah berbunyi beberapa kali tetapi tidak
diangkat juga oleh kakak sepupuku.
Akhirnya, mamaku
memutuskan untuk langsung datang ke tempat kost keponakannya yang berada tidak
terlalu jauh dari bandara. Aku sekelurga pun menuju ke tempat kost kakak
sepupuku menggunakan mobil teman papaku. Kebetulan, papaku ditawari oleh
temannya untuk menumpang di mobilnya, jadi apa salahnya kalau papaku
menerimanya.
Pada saat di
perjalanan mencari tempat kost kakak sepupuku, aku melihat seluruh kota Padang
sudah hancur porak-poranda. Semua bangunan yang kulihat di sekitarku sudah rata
tak berbentuk lagi. Pada waktu itu, seluruh aliran lisrik terputus, sehingga
hanya ada kegelapan akibat tidak ada penerangan. Kami pun juga tidak bisa
menghubungi siapapun. Bukan karena tidak ada pulsa, melainkan karena tidak ada
sinyal di tempat itu. Kota Padang menjadi seperti “kota mati” semenjak peristiwa gempa
tersebut.
Ketika kami menyambangi tempat
kost-nya, ternyata kakak
sepupuku tidak berada di tempat itu karena dia juga
sedang mengungsi. Tempat kost kakak sepupuku lumayan dekat dengan laut sehingga dia
takut kalau terjadi tsunami. Yaa, wajar saja dia takut, karena gempa tersebut
berkekuatan 7,9 skala richter sehingga bisa saja menimbulkan tsunami.
*****
Kami pun semakin
bingung, di mana lagi kami akan tinggal untuk sementara waktu. Karena pada
waktu itu tidak ada lagi yang menjual nasi, kami pun terpaksa hanya membeli 4
buah kotak martabak manis untuk mengisi perut kami yang kosong dan
kembali lagi ke bandara. Malam hari itu, kami terpaksa menghabiskan waktu
dengan menginap di Bandara Minangkabau. Penumpang yang lain pun juga banyak
yang bermalam di bandara.
Aku bersama papaku
iseng saja ingin melihat kondisi bandara pasca gempa itu. Ketika aku dan papaku
masuk ke dalam bandara, aku melihat dengan langsung kondisi bandara yang sudah
sangat memprihatinkan. Langit-langitnya sudah rusak berat seperti habis
diterjang angin topan. Aku tidak bisa membayangkan bila aku menyaksikan ada
seseorang yang tertiban langit-langit itu. Untung saja, ketika gempa
berlangsung aku sekeluarga belum sempat masuk ke dalam gedung bandara. Setelah
aku dan papaku melihat kondisi di dalam bandara, akhirnya kami berdua
menghampiri mamaku dan kakakku kembali. Aku melihat jam di tanganku, dan jam
sudah menunjukan pukul 21.00 malam.
Akhirnya, aku pun
tidur seadanya dengan beralaskan koran, padahal waktu itu udara sedang dingin
sekali. Sehingga, malam itu aku pun tidak bisa tidur. Sungguh, hari itu menjadi
mimpi buruk yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya akan menimpa diriku.
Keesokan
harinya, pesawat sudah mulai beroperasi kembali. Tetapi aku belum juga bisa
pulang ke Jakarta, karena aku harus menunggu papaku untuk check-in terlebih
dahulu. Kemudian, setelah selesai check-in, akhirnya aku sekeluarga bisa naik
pesawat pada pukul 09.00 pagi.
Ketika aku berada
di ruang tunggu, aku melihat Menteri Perhubungan yaitu Bapak Freddy Numberi
yang sedang melihat kondisi Bandara Minangkabau pasca gempa kemarin. Malahan,
ketika aku sedang menunggu di ruang tunggu, gempa susulan terjadi lagi, tetapi
kekuatannya tidak besar.
“Aaaaaaa”, semua
orang termasuk aku panik kocar-kacir menyelamatkan diri, untung saja ada
petugas bandara yang menenangkan kami semua.
Akhirnya, semua
penumpang pun dapat tenang kembali. Tak beberapa lama kemudian, aku dan
keluargaku pun dapat naik ke pesawat. Kurang lebih,
perjalanan di pesawat memakan waktu 1 jam lebih, dan pada jam setengah 11 aku
sekeluarga telah sampai di Bandara Soekarno Hatta. Aku pun bersyukur, dapat
sampai di Jakarta dengan selamat tanpa ada hambatan apapun. Kami pun langsung
ke tempat pengambilan barang, untuk mengambil barang-barang bawaan kami.
Setelah semua barang-barang kami terambil, kami pun naik mobil Damri dan turun
di Rumah Sakit Harapan Bunda. Lalu, kami melanjutkan perjalanan menggunakan
taksi untuk dapat sampai ke rumah.
*****
Pada pulang
kampung selanjutnya, ketika liburan semester 2 kemarin, Bandara Minangkabau dan
Kota Padang sudah tampak lebih baik. Semua bangunan yang rusak sudah diperbaiki
dan semua orang sudah beraktivitas seperti biasanya. Tidak ada lagi raut wajah
trauma dari penduduk Kota Padang seperti setelah gempa pada tanggal 30
September 2009
itu. Aku pun sudah melupakan kejadian gempa 3 tahun
silam, dan dapat mengambil hikmah dibalik musibah gempa tersebut.
~SELESAI~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar