Pages

Jumat, 01 Februari 2013

Gempa di Ranah Minang (Cerpen)



Matahari perlahan-lahan menampakkan dirinya. Kubuka kelopak mata ini dengan berat hati dan kulirik jam yang sudah menunjukan pukul 05.00 pagi. “Haa? Cepet banget udah jam 05.00 pagi. Perasaan baru tidur sebentar deh!” kataku dalam hati. Rasanya malas sekali tubuh ini untuk bangun. Apalagi, ditambah dengan udara pagi pedesaan yang dingin sehingga membuatku ingin sekali menarik selimut dan memejamkan mata ini lagi. Tetapi, bagaimanapun juga aku harus segera bangun untuk sikat gigi dan sholat subuh. Akhirnya aku pun membangunkan kakakku, “Kak bangun kak, sholat subuh yuk. Udah jam 05.00 nih!”. Setelah itu, aku dan kakakku pun menuju ke kamar mandi untuk sikat gigi dan sholat subuh.
*****
Setelah sholat subuh, aku pun berkata kepada kakakku. “Oh ya kak, kan sekarang hari terakhir kita berlibur lebaran di Padang. Nanti, sekitar jam 16.00 sore kita sudah harus berangkat ke Bandara Minangkabau”.
“Yaudah, lebih cepat lebih baik” kata kakakku dengan sedikit nyolot.
Sebenarnya, kakakku memang tidak ingin ikut pulang kampung bersama kami sekeluarga. Tetapi, daripada dia sendirian di rumah selama seminggu, mungkin dia berpikir lebih baik kalau dia ikut saja pulang bersama kami. Hehehe ...
“Dek, mau ikut nggak ke tempat pemandian air panas?”, kata mamaku tiba-tiba.
 “Mau ma, daripada aku di rumah nggak ada kerjaan”, ucapku tanpa berpikir panjang.
“Feb, kamu mau ikut juga nggak?”, tanya mamaku kepada kakakku.
“Nggak ah, males”, jawab kakakku dengan singkatnya.
Kemudian, aku pun mengambil sabun,handuk,sisir, dan baju ganti untuk dibawa ke tempat pemandian air panas tersebut. Tak lupa aku memakai jaket karena udara di sana sangat dingin, apalagi kalau masih pagi-pagi.
“Let’s go!” kataku dengan semangat.
Aku, mamaku, dan kakak sepupuku segera berangkat menuju ke tempat pemandian air panas itu menggunakan mobil. Tempat pemandian air panas tersebut jaraknya tak begitu jauh dengan rumah saudaraku. Jadi, sekitar 10 menit kemudian kami telah sampai di tempat tujuan. Aku dan mamaku mandi di tempat khusus perempuan, sedangkan karena kakak sepupuku laki-laki, dia mandi sendiri di tempat khusus laki-laki. Ketika aku sampai di tempat pemandian air panas itu, aku disambut oleh uap-uap panas yang keluar dari air panas tersebut.
Kebanyakan yang mandi di tempat tersebut adalah penduduk sekitar sana, mulai dari anak kecil sampai nenek-nenek pun ada di sana. Lucunya, ketika aku dan mamaku akan mandi, kami baru ingat ternyata kami lupa membawa gayung. Ternyata, kalau ingin mandi di sana harus membawa gayung, karena kalau langsung mandi di kucuran air panas yang mendidih tersebut, kulit kami bisa melepuh. Kan tidak lucu kalau kami harus meminjam gayung milik nenek gayung yang ternyata hanya mitos itu (hehehe, bercanda). Akhirnya kami pun meminjam gayung seorang ibu-ibu yang sedang mandi pula di sebelah kami.
“Bu, boleh minjam gayungnya sebentar nggak bu?”, kata mamaku kepada ibu itu.
“Boleh, pakai saja bu”, kata ibu itu dengan ramahnya.
Kurang lebih artinya seperti itu, karena mamaku dan ibu itu berbicara menggunakan bahasa Padang. Aku kan kurang bisa bahasa Padang. Aku hanya tahu ambo, uda, uni, dsb. Yang penting bisa saketek-saketek (sedikit-sedikit). Hehehe ...
Karena airnya yang sangat panas, aku pun sampai mencampurnya dengan air biasa agar tidak terlalu panas. Setelah selesai mandi, aku pun mengelapnya menggunakan   handuk dan memakai baju.  Kemudian, setelah sepupuku juga sudah selesai mandi, kami pun pulang kembali ke rumah.
*****
Ketika aku sampai di rumah, ternyata sudah jam 06 lewat. Aku pun segera memasukkan barang-barangku ke koper karena aku akan berangkat ke bandara pada pukul 16.00 sore. Setelah itu aku pun sarapan pagi dengan nasi goreng buatan mamaku. Oh ya, rencananya nanti siang sekitar jam 10.00 aku sekeluarga akan berekreasi dahulu ke Pantai Air Manis, tempat di mana Malin Kundang dikutuk menjadi batu karena kedurhakaannya kepada ibunya.
Tik-tok tik-tok, waktu pun berputar dengan cepat dan tak terasa sudah jam 10.00. Syukurlah, rencana kami untuk jalan-jalan ke Pantai Air Manis pun jadi. Aku pun segera bersiap-siap. Tak lupa juga aku membawa handphone untuk berfoto-foto sebagai kenang-kenangan. Setelah beberapa lama, kami pun sampai juga di tempat tujuan.
Di tempat tersebut, terlihat dengan jelas Malin Kundang yang sedang sujud meminta ampun kepada ibunya. Seperti yang sudah kubilang, aku pun tak melewatkan kesempatan ini untuk berfoto-foto di dekat patung Malin Kundang tersebut bersama keluargaku. Di tempat itu, kami juga disuguhkan pemandangan yang sangat indah dengan panorama-panorama yang mengundang decak kagum. Setelah puas melihat panorama di Pantai Air Manis, mamaku pun berkata,
“Kita makan sate Padang Mak Sukur yuk!”.
“Yuk, aku juga udah laper nih!” kataku dengan semangat.
Karena semuanya juga setuju, akhirnya kami pun menuju ke tempat warung sate Mak Sukur. Kalau bahasa twitternya yaitu OTW ke warung sate Mak Sukur (hahaha, bercanda ..).  Setelah beberapa lama, kami pun sampai di warung sate Padang Mak Sukur yang konon katanya sudah terkenal dengan kelezatannya (kenapa jadi kayak promosi gini ya?). Kemudian, kami pun memakan sate Padang tersebut. Dan ternyata benar saja, sate Mak Sukur tersebut sangat enak dan terbukti dengan warungnya yang tak pernah sepi. Setelah semuanya sudah kenyang, kami pun kembali ke rumah.
*****
Ketika aku sampai di rumah, ternyata sudah jam 13.00 siang. Yaa, namanya juga jalan-jalan, jadi walaupun lama tidak akan terasa. Kami pun membereskan barang-barang kami dan mengingat-ngingat kembali barang apa saja yang belum dimasukkan ke dalam koper. Sehabis itu, aku sekeluarga bersiap-siap untuk berangkat ke bandara.
”Jakarta, I’m coming!”, rasanya aku ingin berteriak seperti itu kepada dunia.
Ketika semuanya sudah siap, aku dan keluargaku pun berpamitan dengan saudara-saudaraku dan tak lupa juga dengan nenekku tercinta. Tetapi, itulah pertemuan terakhirku dengan nenekku. Nenekku telah meninggal sejak tahun 2010. Huh, rasanya sedih sekali, karena sekarang aku sudah tidak punya nenek dan kakek sama sekali. Kemudian, berangkatlah kami ke Bandara Minangkabau.
*****
Di tengah perjalanan menuju bandara, aku sangat asyik sendiri mendengarkan lagu di handphone. Apalagi, perjalanan dari hotel menuju bandara cukup jauh sehingga memakan waktu yang tidak sedikit. Maka dari itu, kami sengaja sudah jalan dari hotel pada pukul 16.00 sore. Kira-kira setelah menempuh perjalanan selama 1 jam, aku pun sampai di Bandara Minangkabau dan hendak parkir mobil dahulu. Ketika mobil belum sempat diparkir, tiba-tiba mobil terguncang ke kanan dan ke kiri.
“Pa, mungkin mobilnya pecah ban kali?” kataku kepada papaku.
“Nggak tau, papa cek dulu ya” jawab papaku.
Aku kira, mobil yang kutaiki mengalami pecah ban, sehingga kami cepat-cepat keluar dari mobil.
Ternyata perkiraanku salah, ban mobil kami tidak pecah, melainkan aku melihat tiang-tiang lampu penerangan jalan dan pohon-pohon di sekitarku sudah bergoyang-goyang. Yap, ternyata itu adalah gempa.
“Allahuakbar, ini gempa!” teriak papaku.
Lantas, aku pun langsung panik ketakutan, bahkan aku langsung menangis. Jelas saja aku panik, lokasi Bandara Minangkabau berada dekat dengan laut, sehingga bisa saja menimbulkan tsunami.
Tidak hanya aku saja yang panik ketakutan, bahkan orang yang sedang di dalam bandara pun berhamburan keluar. Kaca bandara pun jadi sasaran kepanikan, karena banyak orang yang memecahkan kaca bandara. Orang yang sedang check-in pun sampai meninggalkan tiketnya, sehigga setelah gempa tersebut berhenti, banyak penumpang yang melaporkan kehilangan tiket. Sampai-sampai, handphone papaku pun juga hilang waktu papaku sedang di kamar mandi, entah terjatuh ataupun karena sebab lain. Mungkin karena habis gempa, papaku masih trauma sehingga tidak sadar kalau handphone-nya terjatuh. Kami pun segera melaporkannya kepada petugas informasi bandara agar bagi yang menemukan handphone tersebut segera mengembalikannya kepada kami. Tetapi, sampai sekarang handphone itu tak kunjung kembali.
“Mungkin ini ujian dari Allah SWT” ujar papaku.
*****
Perasaanku yang semula gembira berganti dengan perasaan takut sejak peristiwa gempa tersebut. Gempa tersebut meniggalkan sebuah trauma yang mendalam bagiku. Tetapi, untung saja kami sekeluarga masih diberi keselamatan.

Hanya saja, rencana kami untuk pulang ke Jakarta pupuslah sudah. Semua jadwal penerbangan dari Padang dan menuju Padang dibatalkan untuk sementara waktu karena landasan pesawat yang mengalami kerusakan.
“Yaah, nggak jadi pulang ke Jakarta deh, mana besoknya udah masuk sekolah lagi”, gumamku dalam hati.
“Allahuakbar allahuakbar..”, sore telah berganti menjadi malam, dan adzan maghrib pun berkumadang.
Akhirnya aku sekeluarga sholat maghrib dahulu dan berdo,a untuk meminta ketenangan batin. Setelah sholat maghrib, aku pun berpikir di mana aku sekeluarga akan tinggal untuk sementara waktu. Kedua orangtuaku pun juga bingung dibuatnya. Tiba-tiba, mamaku mengeluarkan handphonenya dan menelepon keponakannya.
“Tuuttt.. tuuttt..”, handphone  mamaku telah berbunyi beberapa kali tetapi tidak diangkat juga oleh kakak sepupuku.
Akhirnya, mamaku memutuskan untuk langsung datang ke tempat kost keponakannya yang berada tidak terlalu jauh dari bandara. Aku sekelurga pun menuju ke tempat kost kakak sepupuku menggunakan mobil teman papaku. Kebetulan, papaku ditawari oleh temannya untuk menumpang di mobilnya, jadi apa salahnya kalau papaku menerimanya.
Pada saat di perjalanan mencari tempat kost kakak sepupuku, aku melihat seluruh kota Padang sudah hancur porak-poranda. Semua bangunan yang kulihat di sekitarku sudah rata tak berbentuk lagi. Pada waktu itu, seluruh aliran lisrik terputus, sehingga hanya ada kegelapan akibat tidak ada penerangan. Kami pun juga tidak bisa menghubungi siapapun. Bukan karena tidak ada pulsa, melainkan karena tidak ada sinyal di tempat itu. Kota Padang menjadi seperti “kota mati” semenjak peristiwa gempa tersebut.
Ketika kami menyambangi tempat kost-nya, ternyata kakak sepupuku tidak berada di tempat itu karena dia juga sedang mengungsi. Tempat kost kakak sepupuku lumayan dekat dengan laut sehingga dia takut kalau terjadi tsunami. Yaa, wajar saja dia takut, karena gempa tersebut berkekuatan 7,9 skala richter sehingga bisa saja menimbulkan tsunami.
*****
Kami pun semakin bingung, di mana lagi kami akan tinggal untuk sementara waktu. Karena pada waktu itu tidak ada lagi yang menjual nasi, kami pun terpaksa hanya membeli 4 buah kotak martabak manis untuk mengisi perut kami yang kosong  dan kembali lagi ke bandara. Malam hari itu, kami terpaksa menghabiskan waktu dengan menginap di Bandara Minangkabau. Penumpang yang lain pun juga banyak yang bermalam di bandara.
Aku bersama papaku iseng saja ingin melihat kondisi bandara pasca gempa itu. Ketika aku dan papaku masuk ke dalam bandara, aku melihat dengan langsung kondisi bandara yang sudah sangat memprihatinkan. Langit-langitnya sudah rusak berat seperti habis diterjang angin topan. Aku tidak bisa membayangkan bila aku menyaksikan ada seseorang yang tertiban langit-langit itu. Untung saja, ketika gempa berlangsung aku sekeluarga belum sempat masuk ke dalam gedung bandara. Setelah aku dan papaku melihat kondisi di dalam bandara, akhirnya kami berdua menghampiri mamaku dan kakakku kembali. Aku melihat jam di tanganku, dan jam sudah menunjukan pukul 21.00 malam.
Akhirnya, aku pun tidur seadanya dengan beralaskan koran, padahal waktu itu udara sedang dingin sekali. Sehingga, malam itu aku pun tidak bisa tidur. Sungguh, hari itu menjadi mimpi buruk yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya akan menimpa diriku.
     Keesokan harinya, pesawat sudah mulai beroperasi kembali. Tetapi aku belum juga bisa pulang ke Jakarta, karena aku harus menunggu papaku untuk check-in terlebih dahulu. Kemudian, setelah selesai check-in, akhirnya aku sekeluarga bisa naik pesawat pada pukul 09.00 pagi.
Ketika aku berada di ruang tunggu, aku melihat Menteri Perhubungan yaitu Bapak Freddy Numberi yang sedang melihat kondisi Bandara Minangkabau pasca gempa kemarin. Malahan, ketika aku sedang menunggu di ruang tunggu, gempa susulan terjadi lagi, tetapi kekuatannya tidak besar.
“Aaaaaaa”, semua orang termasuk aku panik kocar-kacir menyelamatkan diri, untung saja ada petugas bandara yang menenangkan kami semua.
Akhirnya, semua penumpang pun dapat tenang kembali. Tak beberapa lama kemudian, aku dan keluargaku pun dapat naik ke pesawat. Kurang lebih, perjalanan di pesawat memakan waktu 1 jam lebih, dan pada jam setengah 11 aku sekeluarga telah sampai di Bandara Soekarno Hatta. Aku pun bersyukur, dapat sampai di Jakarta dengan selamat tanpa ada hambatan apapun. Kami pun langsung ke tempat pengambilan barang, untuk mengambil barang-barang bawaan kami. Setelah semua barang-barang kami terambil, kami pun naik mobil Damri dan turun di Rumah Sakit Harapan Bunda. Lalu, kami melanjutkan perjalanan menggunakan taksi untuk dapat sampai ke rumah.
*****
Pada pulang kampung selanjutnya, ketika liburan semester 2 kemarin, Bandara Minangkabau dan Kota Padang sudah tampak lebih baik. Semua bangunan yang rusak sudah diperbaiki dan semua orang sudah beraktivitas seperti biasanya. Tidak ada lagi raut wajah trauma dari penduduk Kota Padang seperti setelah gempa pada tanggal 30 September 2009 itu.  Aku pun sudah melupakan kejadian gempa 3 tahun silam, dan dapat mengambil hikmah dibalik musibah gempa tersebut.

~SELESAI~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar